Posts Tagged ‘ layang ’

Layang-Layang : Muhasabah Anak

Layang-Layang

Anak adalah ibarat layang-layang. Dan orang tua ibarat orang yang menaikkan layang-layang ke angkasa. Layang-layang sendiri ada dua tipe yaitu, layang-layang dengan kerangka yang kaku, dan yang berkerangka lentur. Orang tua sudah selayaknya menginginkan anak-anak mereka agar lebih sukses daripada dirinya. Itu sebabnya kenapa layang-layang selalu berada di atas orang yang menerbangkannya (mana ada layang-layang yang dalam istilah Jawa “jungkel” ke bawah? (Layangan yang “mutung” itu namanya!). Jika ayahnya lulusan SD, paling tidak anaknya lulusan MTS atau SMP, kalau ayahnya lulusan MTS anaknya paling tidak lulusan SMA, ayah SMA, anaknya haruslah Sarjana. Ayahnya petani, anaknya bos tani, ayahnya buruh, anaknya direktur.

Namun tak selamanya mudah bagi orang tua untuk menerbangkan layangannya (baca : anaknya). Apalagi jika layangannya berkerangka kaku, butuh angin yang kencang agar layangannya mau terbang. Ibaratnya untuk anak yang seperti ini kalau tidak di beri uang saku yang banyak, maka anak tersebut tidak mau untuk berangkat sekolah. Kalau tidak di belikan motor tidak mau brangkat ke kampus. Kalau anginnya kecil layangannya turun. Tapi kalau anginnya kencang, terbangnya berlebihan. Dimana dalam istilah Jawanya “nduduk”(nanjak ke atas) hingga akhirnya “uwer”(berputar-putar tidak karuan) hingga akhirnya “naji” (turun bebas dengan kepala lebih dulu membentur tanah). Kadang saat angin cuma berhembus sedikit, sang ayah mesti lari-lari dan “menyendal-nyendal” senar layangan agar layangan yang kaku bisa terbang. Inilah gambaran orang tua kita yang susah payah agar anaknya jadi orang yang sukses.

Berbeda lagi dengan layang-layang yang kerangkanya lentur. Begitu ada angin sedikit ataupun kencang, layangan tersebut tetap “bertengger” dengan nyaman pada benangnya. Tidak ada mobil untuk berangkat ke kampus,motorpun jadi, tidak ada motor, sepeda pancalpun jadi, tidak ada sepeda pancalpun, kaki pemberian Allah SWT sudah cukup untuk mengayunkan kaki berangkat ke kampus. Apapun benangnya, namun layangan ini tetap dengan tenang terbang tinggi di angkasa. Layangan seperti ini tidak membutuhkan benang yang panjang, layangan ini akan terus berada di angkasa. Walaupun hujan,badai melanda,layangan ini tetap mengepakkan sayapnya. Tidaklah perlu sang ayah lari-lari agar layangan yang satu ini bisa terbang tinggi. Bahkan layangan ini bisa di tinggal,atau bahkan di  inapkan hingga malam. Karena dia tidak akan turun. Lalu! Tipe layang-layang apakah diri kita ini? Akankah jadi tipe layangan yang kaku, yang selalu terbang tanpa arah dan tidak karuan? Pamitannya kuliah tetapi ternyata di sana membolos, tidak semangat kuliah, hobinya hanya jalan-jalan? Atau kita menjadi layang-layang yang dapat meringankan beban orang tua,membahagiakan mereka? Sudah banyak tetangga saya yang walaupun ayah ibunya sebagai buruh tani,tetapi sekarang melanjutkan kuliah S2 di jepang, kapan lagi tiba waktu kita? Tidak ada hal yang tidak mungkin, asal kita mau berusaha insyaAllah akan ada jalan yang terang yang di tunjukkan oleh Allah bagi kita. Semoga bermanfaat

oleh K.H. Muhammad Najib dari blitar (hasil dari pengajian kemarin minggu)